Oleh: arenasukijo | Maret 1, 2009

KINERJA KPU TIDAK MAKSIMAL

Pemilihan umum mahasiswa sudah dilaksanakan pada 26 februari 2009. Catatan penting yang perlu digaris bawahi adalah kesiapan Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM)) dinilai kurang maksimal.

Hal itu terbukti, pada hari pemungutan suara, kertas suara di masing-masing Tempat Pemungutan Suara (TPS) mengalami kekurangan, bahkan harus dicetak ulang (baca: Slilit, edisi 27/2). Menurut pengakuan ketua panitia pemilihan fakultas (PPF) Soshum, Rosyid (26/2), ia telah berulang kali ke KPU meminta kertas suara, dan itu pun selalu gagal alias tidak digubris. “Kalau di hitung-hitung sampai 20 kali bolak balik dari PPF Soshum ke kantor KPU”, ungkapnya.

Di samping itu, sempat terjadi pukul 01.00 malam, ada keinginan dari salah satu pihak, sebut saja partai pencerahan, penghitungan suara di TPS Soshum diundur, karena dinilai masih banyak konstituen partai tersebut belum menggunakan hak pilih akibat kertas suara yang kurang dan mekanisme pencoblosan yang dinilai curang. Akan tetapi, PPF Soshum tetap menginginkan perhitungan suara tetap dilaksanakan, laiaknya TPS di fakultas lain. Hal ini berbanding lurus dengan keinginan pembantu rektor bidang kemahasiswaan, yang mengatakan, pemilwa kali ini harus selesai malam ini juga, karena kalau melewati jadwal yang sudah ditentukan, akan membuka kemungkinan hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi.

Di tengah kondisi semacam ini, masing-masing PPF menilai KPU tidak responsif dan terkesan lamban bereaksi, apalagi bereaksi secara tegas dan cepat untuk mengatasi persoalan-persoalan lainnya, baik secara kebijakan maupun hal-hal teknis seperti sosialisasi cara menggunakan hak pilih ketika di TPS.

Harus pula jujur, dikatakan sekalipun pahit bahwa fakta tersebut pertanda kinerja KPU selama ini sangat buruk. Kinerja KPU yang buruk itulah yang melahirkan pertanyaan apakah pemilihan umum mahasiswa saat ini dikerjakan secara maksimal.

Sedikitnya, ada tiga kelemahan KPU yang paling mendasar. Pertama, KPU tidak memiliki prioritas apa yang harus dikerjakan. Contohnya, mereka mengandalkan sosialisasi di level kampanye dialogis-monologis kampus daripada lansung talk show ke ruang kelas di masing-masing fakultas, sehingga persoalan-persoalan yang terjadi di masing-masing TPS tidak bisa teratasi.

Kedua, penentuan jumlah kertas suara yang digunakan pada pemilwa saat ini tidak dilandasi pertimbangan yang lebih matang, kecuali sebatas mengacu pada pemilwa sebelumnya, padahal kondisi saat ini sangat berbeda jauh dari sebelumnya.

Ketiga, komunikasi dan koordinasi antara anggota KPU tidak berjalan baik dengan anggota PPF. Indikasinya, tidak jarang ditemui di lapangan, PPF berseberangan dengan KPU, baik pada persoalan pengambilan sebuah kebijakan atau pun hal-hal teknis seperti penyediaan kertas suara dan lain-lainya.

Kini, pemilwa tinggal menunggu pemerintahan baru, tidak ada jalan lain, kecuali evaluasi secara total di tubuh KPU.


Tinggalkan komentar

Kategori